Tampilkan postingan dengan label Riau. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Riau. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 06 April 2013

Cerita Rakyat Melayu Riau Dan Dendang


          Pada suatu ketika dahulu, adalah sepasang suami istri petani yang bermukim di pinggir sebuah telaga atau danau. Telaga itu diberi nama telaga Raja yang dihuni oleh seekor buaya siluman yang bernama Dan Dendang. Di dalam telaga itu terdapat banyak udang. Sayangnya, tidak ada yang berani untuk menjala udang itu walaupun udangnya sudah besar-besar. Penduduk yang ada di sekitarnya menganggap telaga itu angker. Siapa yang melanggar kutukan akan menderita penyakit aneh yang tidak ada obatnya.
          Istri sang petani kebetulan sedang mengandung anak pertama. Kebiasaan perempuan hamil adalah mengidam, yaitu ingin memakan sesuatu yang kadang sulit untuk diusahakan oleh suaminya. Ia mengidam udang yang berasal dari telaga Raja. Puas sang suami membujuk agar istrinya minta udang dari sumber yang lain saja. Tapi istrinya tidak mau mendengarkan.
          “Dinda, tolonglah jangan minta udang dari telaga itu, pakah dinda mau kanda kena kutukan?” Si suami membujuk dengan nada mengancam.
          “Pokoknya dinda mau udang dari telaga tu juga, apakah kanda mau anak kita nanti lahir tidak sempurna karena tidak mendapatkan apa yang diinginkan” Si istri balik bertanya juga dengan ancaman.
          Petani itu tidak punya pilihan. Dengan berat hati berangkatlah dia dengan membawa jala ke telaga itu. Hari pertama menjala tak seekor udangpun dapat dibawa pulang. Istrinya begitu kecewa dan bersikeras bagaimanapun caranya sang suami harus dapat udang yang ia ingini.
          Hari kedua sang suami pergi menjala kembali. Antara percaya dengan tidak dia mendengar seorang yang berbicara kepadanya.
          “Istri tuan akan mendapat udang yang diinginkan kalau tuan mau memenuhi syarat hamba”
          Petani itu melihat sekeliling tapi tidak ada orang. Merasa tidak ada orang dia kembali menebarkan jala. Suara itu kembali didengarnya.
          “Istri tuan akan mendapat udang yang diinginkan kalau tuan mau memenuhi syarat hamba”
          Kembali lagi dia mencari arah suara itu, tapi tidak ada siapapun yang dilihatnya. Dia yakin mendengar suara itu dan datangnya dari dalam telaga. Sambil menarik jalanya petani itu menjawab dengan ketakutan.
          “Apa syaratnya hai san suara?”
          “Syaratnya jika anak yang akan dilahirkan oleh istri tuan adalah perempuan maka ia harus dikawinkan dengan Dan Dendang penunggu telaga ini ketika dia sudah berumur 20 tahun. Petani itu tidak menjawab dan segera meninggalkan telaga itu dan pulang kerumah. Lalu diceritakannyalah pada sang istri perihal suara itu. Sang istri meminta pada suami untuk menuruti saja persyaratan tersebut karena dia sudah tidak tahan lagi ingin mencicipi udang di telaga itu.
          Hari ketiga petani itu kembali lagi ke telaga. Sebelum menebar jala ia berkata.
          “Hai penunggu telaga aku terima persyaratanmu”
          Lalu dicampakkannya jala ke dalam telaga. Aneh bin ajaib, seolah-olah seperti diperintahkan tiba-tiba saja udang-udang dalam itu mengejar jala yang ditebarkannya. Gembiralah petani itu dan langsung membawa udang-udang itu pulang.
          Singkat cerita istri petani itupun melahirkan anak perempuan. Tanpa terasa anak itu tumbuh menjadi gadis remaja yang cantik dan mempesona. Kedua petani itupun mulai resah memikirkan pertunangan anak gadisnya dengan buaya Dan Dendang. Bagaimana mungkin makhluk dari dua jenis alam yang berbeda bisa disatukan dalam sebuah rumah tangga. Setiap hari mereka berharap dan berdoa semoga Dan Dendang tidak menuntut janjinya.
          Pada suatu hari berlabuhlah sebuah perahu asal dari tanah bugis di pelabuhan yang tidak jauh dari kampong petani itu. Perahu itu milik saudagar kaya lagi tampan. Dari atas perahunya saudaga iru melihat ada seorang gadis yang rupawan sedang bermain-main di pantai. Dia pun turun dari kapalnya dan mendekati gadis itu. Setelah berkenalan sang saudagar langsung tertarik pada kecantikan sang putrid begitu pula putrid juga terkena hati terhadap saudagar bugis tersebut.
          Ayah dan Ibu si gadis heran melihat putrinya akhir-akhir ini semakin sering sendirian ke pantai. Untuk memenuhi keingintauan itu maka dibuntutilah si gadis oleh ayahnya. Terkejut bukan main ayahnya ketika ada seorang saudagar tampan yang menunggu di pantai.
          “Nanda siapa yang nanda temui di pantai itu?”
          Ayah gadis itu langsung bertanya ketika sang gadis sudah sampai di rumah kembali.
          Dengan tergagap-gagap karena terkejut mendengar suara ayah si gadis menjawab.
          “Di..di..diaa sss..sauda..gar dari bugis dan…di.di..dia… bermaksud akan..”. Lama si gadis terdiam dan kemudian dengan menunduk dia kembali meneruskan katanya.
          “akkan…meminang ananda”. Alangkah kagetnya sang ayah dan ibu ketika mengetahui anaknya sudah terlalu jauh melangkah tanpa meminta pendapat mereka. Entah perasaan apa yang ada di dalam hati kedua petani itu yang jelas mereka segera teringat perjanjian dengan Dan Dendang yang tidak mungkin dibatalkan lagi. Dengan berat hati kedua orang tuanya menceritakan janji yang telah mereka ikrarkan dengan buaya Dan Dendang itu 20 tahun yang lalu.
          Semenjak mendengar cerita orang tuanya, sang gadis sering termenung di tepi telaga memohon agar buaya Dan Dendang membatalkan niatnya untuk memperistrikan dirinya. Melihat hal itu, sang ayah dan ibu khawatir anaknya akan gila atau bunuh diri. Akhirnya mereka memutuskan untuk menerima pinangan saudagar bugis.
          Anehnya semenjak bertunangan dengan saudagar bugis justru sang gadis semakin asik bermain ke tepi telaga seolah-olah ada yang mengajak dirinya untuk selalu duduk dipinggir telaga Raja. Dan tidak lama setelah itu orang tua si gadis panic luar biasa karena tiba-tiba saja anak gadisnya disambar oleh seekor buaya yang besar dan dibawa masuk ke dalam telaga.
          Dalam sekejap saja berita itu sudah tersebar keseluruh kampung. Ramailah orang berbondong-bondong dating ke rumah petani itu untuk ikut berduka cita dengan musibah yang menimpa meraka.
          Dalam kedaan berduka cita itu tiba-tiba mereka dihebohkan lagi oleh berita bahwa sang gadis sedang berada di atas punggung buaya di tengah lautan. Orang tua si gadis dan penduduk kampung bingung, bagaimana mungkin buaya dan gadis itu bisa berada di tengah lautan karena jarak telaga dan laut itu jauh dan tidak ada sungai yang menghubungkannya.
          Di laut, Dendang menganjung tinggi. Dia berkeliling dan memberitahukan bahwa hari itu resmi mempersunting anak petani yang telah dipinangnya dua puluh tahun yang lalu. Di atas punggungnya anak gadis itu meraung-raung minta tolong gar dilepaskan.
          Melihat hal itu orang tua gadis itu dan orang kampung mufakat untuk mengumpulkan sabut kelapa sebanyak mungkin kemudian dibakar dan dilemparkan ke laut. Melihat laut penuh dengan nyalanya api, buaya itupun murka. Dengan penuh kemarahan ditelannya semua sabut-sabut yang dibakar. Perlahan perut Dan Dendang mulai terasa panas, lama kelamaan dia panic dan tidak tahu lagi kemana harus lari. Ditabraknyalah daratan dengan kekuatan saktung sehingga sekarangadanya terusan kelaut bernama salad Pedada, di Kecamatan Ketenan. Ketika ia menabrak daratan terpelantinglah si gadis dan cepat diselamatkan oleh orang-orang kampung.
          Menurut cerita Dan Dendang dengan penuh luka berasil lepas ke laut lepas. Begitu banyaknya darah yang keluar dari luka tersebut membuat ia kehabisan darah dan akhirnya mati di tengah laut dan bangkainya berubah menjadi pulau. Orang-orang menyebutnya Pulau Buaya. Sekarang pulau tersebut telah termasuk ke dalam provinsi Kepulauan Riau. Menurut cerita juga apabila air laut pasang maka pasanglah air telaga Raja, begitu pula surut, surut pula air telaga tersebut.



Jangan lupa tinggalkan pesan di komentar:))))