Tampilkan postingan dengan label Poetry. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Poetry. Tampilkan semua postingan

Rabu, 31 Mei 2017

Bingung




Akhir-akhir ini aku sering kebingungan
Dadaku sering terasa sesak seolah tak ada lagi asupan oksigen. Elemen dengan berat molekul 16 itu seolah lenyap, enggan masuk menyusuri tenggorokan lalu bertukar di Alveoli, atau mungkin sedari awal ketika lewat di depan hidungku, sudah tak lagi terdeteksi.

Aku bertambah bingung
Apa ini karena tulangku yang rapuh karena ceking? Seolah ada benda berat beribu ton menghimpit dadaku. Sesak, sesak sekali. Seolah Sternum yang berbagi tugas dengan Costae, tulang yang secara fisiologi melindungi organ depanku sudah tak berfungsi. Seolah fosfor dan zat kapur yang menjadi penguat tak lagi berisi.

Aku semakin bingung
Sesak semacam anemia, kekurangan darah. Aku lemas, kosong, tak bernafsu untuk berbuat sesuatu. Aku curiga jantung tak lagi menyuplai darah ke seluruh tubuhku. Entah vaskuler-vaskuler itu beku. Entah arteri sudah bingung ingin mendistribusi darah kemana. Entah tak lagi bisa mengalir karena ventrikel sudah berhenti memompa.

Bingung
Seketika aku terbayang engkau. Aku masih saja sesak. Aku tersadar sesakku bukan karena kacaunya sistem respirasi. Bukan karena lemahnya tulangku akibat melenceng dari osteologi. Bukan karena kardiovaskularku mati, sehingga darah yang merah menjadi lelah tak mengarah ke semua sisi. 

Wajahmu masih terbayang
Ada satu benda yang sedari awal diam, dingin, tak terfikirkan namun ia sudah remuk, redam, pecah, patah, tak lagi berkeping, namun mendebu, menjadi partikulat sangking hancurnya.. ialah hati.. sebab/akibat sesakku yang sebenarnya..

Minggu, 21 Agustus 2016

Jiwa



Karena kau memiliki jiwa
Di tubuhmu itu, kau menyimpannya.

Anggaplah kau sedang meratapi jiwamu itu. Kenapa? Kenapa semua ini harus terjadi?
Coba ingat malam demi malam yang kau lalui tanpa bintang, tak pernah rasanya kau dirundung pedih seperti ini.

Tapi kenapa sekarang kau pilu?
Kau masih belum mau menikmati takdir? Kau masih berusaha menghindari garis akhir?
Bukan alasan yang kau butuhkan sebenarnya, kau hanya tak bisa mengesampingkan egomu demi dirinya.

Lihatlah
lihat dirimu sendiri
lihat dia.

Kau mungkin mau melakukan semuanya, tak terkecuali untuk merugi, untuk mati, tapi tidak untuk pergi
Bongkahan hatimu bahkan tidak hancur menjadi keping, mungkin sudah bertransformasi menjadi debu atau suspensi. Sangking patahnya, sakitnya, pedihnya.

Kau tak akan terbalas, berkacalah, ukur bayang-bayang.
Untuk sekian lama kau bermenung, sekian lama diam seribu bahasa, sekian lama kau tak bergerak, namun terus mengeluarkan air mata.

Kau mencintainya sampai mati, titik. Tak peduli orang berkata apa, tak peduli jika ditolak oleh semesta, bahkan jika berujung bencana. Karena memang kau tidak pedulian? Atau kasihmu tulus?
Apa artinya jika ia tidak pernah mau?

Jika bisa, kau mungkin tak lagi ingin memiliki jiwa
Di tubuhmu itu, kau ingin menghilangkannya..